Di karesidenan Pekalongan juga terdapat tradisi lisan yang berupa ungkapan tradisional. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Peribahasa
· “Golek pangkon nembe golek pangan”
( Dengan kedudukan, jabatan atau pangkat akan mudah untuk mencari makan atau nafkah ).
Biasanya peribahasa ini digunakan oleh orangtua untuk menasehati anaknya.
· “Pangan kanggo golet pangan”
( Usaha untuk penghidupan………….).
· “Luwih gedhe pasak daripadha tiyang”
( Lebih besar pengeluaran daripada pendapatan ).
Biasanya peribahasa ini digunakan seseorang kepada orang lain untuk memperhalus perkataan dari kata boros agar tidak menyinggung orang yang dikatai tersebut.
· “Ana gula ana semut”
( Pangonan sing ngrejekeni pasti akeh sing nekani ).
Peribahasa tersebut sering dipakai masyarakat ketika ada orang yang baru pulang dari perantauan membawa uang banyak disitulah orang-orang berkumpul.
· “Diwein ati malah njaluke jantung”
( Sudah diberi yang enak malah minta yang lebih dari enak ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang suka meminta lebih dari pemberian yang diterimanya.
· “Becik ketitik ala ketara”
( Becik ala bakal ketara ing tembe burine ).
Peribahasa tersebut sering dipakai orang tua dan tokoh masyarakat pada saat menasehati anak atau sekelompok orang.
· “Kaya nggoleti jarum ning tumpukan jerami”
( Susah untuk diketemukan )
Biasanya peribahasa tersebut digunakan sewaktu mencari suatu barang dan sulit untuk menemukan barang tersebut.
· “Buah tiba (jatuh) ora adoh saka wite(pohonnya)”
( Sifat, kelakuan, wajah seorang anak tentu tidak jauh dari orang tuanya ).
Peribahasa tersebut sering dipakai masyarakat untuk menduga-duga pribadi orang lain.
· “Pager mangan taneman”
( Orang yang dipercaya secara diam-diam mengkhianati temannya sendiri )
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang telah mengkhianati temannya sendiri.
· “Jeruk mangan jeruk”
( Orang yang sejenis saling menyukai ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang menyukai sesama jenis dan juga untuk menyatakan kalau orang yang dikatai peribahasa ini tidak menyukai sesama jenis.
· “Tong kosong nyareing unine”
( Sedikit ilmu tapi ngomongnya besar ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang sedikit ilmunya tapi selalu menyombongkan diri dengan bualannya.
· ”Sirah dadi sikil,sikil dadi sirah”
( Orang yang bekerja keras sepenuh hati dan jiwa ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang dalam bekerja ia bekerja dengan sungguh-sungguh serta penuh semangat.
· “Kaya macan kelangan taringnge (taringnya)”
( Orang yang sudah kehilangan keberaniannya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang pemberani dan karena suatu hal dia menjadi orang yang penakut.
· “Sak bening-beningnge kali mesti ana mangsa buteke (keruh)”
( Sepintar-pintar orang menyimpan rahasia pastia akan ketahuan juga ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada orang yang ketahuan menyimpan rahasia besar.
· ”Ilmu parii,luwih tuwa luwih nunduk”
( Orang yang banyak ilmunya biasanya selalu merendahkan diri ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengungkapkan kelakuan seseorang yang suka merendahkan diri namun orang tersebut pintar.
· “Kaya pinang di belah loro”
( Orang yang kembar ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan dua orang yang mirip, mulai dari bentuk fisik dan sifatnya.
· “Kaya semut karo gajah”
( Beda ukuran fisiknya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan dua orang yang sangat jauh ukuran fisiknya.
· “Kaya geni ketiup angina”
( amarah yang membara).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan amarah seseorang yang susah untuk diredam.
· “Pang ketiup angina”
( Pendirian yang tetap ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang plin-plan dalam mengambil keputusan(berubah-ubah)
· “Nandur pari thukule beras, nandur kembang mawar thukule eri”
( Barang siapa menanam kebaikan akan menuai kebaikan, dan barang siapa menanam keburukan akan menuai keburukan pula ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menasehati anak-anak agar berlomba-lomba melakukan kebaikan. Peribahasa tersebut sering digunakan oleh orang tua, ulama, dan tokoh masyarakat pada saat sedang berkumpul dirumah, mushola dan lingkungan.
· “Anget-anget tembelek ayam”
( Kemauan sesaat ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang ingin berubah namun kemauannya hanya sesaat dan setelah itu kembali lagi seperti sediakala.
· “Gelem daginge ora nrima tembeleke”
( Mung nrima seneng ora gelem nrima kasusahane ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang hanya menerima kesenangan saja namun tidak menerima kesusahannya.
· “Nyoret rai (wajah) nganggo areng(arang)”
( Merusak harga diri dan martabat ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan suatu tindakan yang telah merusak harga diri seseorang. Biasanya digunakan oleh orang tua ketika sedang memarahi anaknya karena anak tersebut telah merusak harga diri dan martabat orang tua.
· “Kaya bumi karo langit”
( Berbeda jauh ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan orang yang tidak pantas atau sepadan denganorang lain. Misalnya kemapanan, kecantikan dan kerupawanan serta cocok atau tidaknya seseorang dengan orang lain.
· “Tuwa-tuwa keladi, tambah tuwa tambah dadi”
(Semakin bertambahnya umur seseorang semakin bertambah pendewasaannya dan pengalamannya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan orang tuwa yang semakin tenang dan lebih berpikir secara lebih dewasa seiring bertambahnya usia.
· “Bak Ketiban durian runtuh”
( Mendapat rejeki yang tidak sedikit ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang sedang mendapat rejeki yang tidak sedikit secara tiba-tiba. Misal mendapat undian.
· “Jago apik nanging kluruke cekak”
( berbeda dari kondisi luarnya ).
Peribahasa ini digunakan untuk menasehati seseorang agar dalam menilai orang lain jangan dari luarnya saja.
· “Balik gondok”
“meminta kembali sesuatu yang telah diberikan kepada orang lain”
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang kikir karena meminta kembali pemberianya dengan kata lain tidak ikhlas.
· “Ember bocor”
( tidak bisa menyimpan rahasia ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang tidak bisa menyimpan rahasia yang telah diketahuinya.
· “Sumur kasatan (kentengan) banyu”
( bangkrut atau habis harta bendanya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang sedang mengalami kesurutan dalam bisnis, pekerjaan, atau usahanya.
· “Kaya bensin kasulut dening geni”
( Fitnah dapat mengobarkan amarah ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika seseorang amarahnya semakin menjadi karena fitnah/omongan dari orang lain.
· “Kaya ketek ditulup”
( Diam termenung tanpa berkata-kata ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang bengong ketika diajak berbicara.
· “Maju kena mendur kena”
( Semua pekerjaannya tidak membuahkan hasil ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan keadaan seseorang yang sedang terhimpit dan tidak bisa keluar.
· “Kebo kaboten sungu”
( Wong tuwa sing susahmerga kakehen anak ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan keadaan orang tua yang hidupnya susah kebanyakan anak.
· “Kaya benalu”
0 komentar:
Posting Komentar