Hampir di semua daerah di eks-karesidenan Semarang mempunyai tradisi nyadran. Upacara nyadran sendiri merupakan serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat khususnya masyarakat Jawa dengan tujuan untuk meminta keselamatan. Di daerah Kendal misalnya, tradisi nyadran dilakukan setiap satu tahun sekali di hari jumat kliwon sasi sura. Upacara ini wajib dilakukan dikarenakan masyarakat mempercayai bahwa pada sasi sura atau bulan sura merupakan bulan yang dikeramatkan, sehingga dibutuhkan suatu kewaspadaan dalam segala aktivitas. Upacara ini dilaksanakan di sebuah makam atau sejenis tempat yang dikeramatkan dengan membawa nasi beserta lauk seadanya. Sebelum upacara dimulai seseorang memimpin doa untuk meminta keselamatan, orang tersebut merupakan pemuka kampung (kepala Desa). Setelah doa bersama, acara dilanjutkan dengan selamatan berupa makanan yang sudah disiapkan. Sebagai hiburan disajikan berupa tarian Gendot. Tarian Gendot merupakan salah satu tarian khas di Kabupaten Kendal di mana ada dua atau lebih penari wanita yang didiringi menggunakan gamelan sederhana. Tarian ini dilakukan di bawah pohon yang dianggap wingit (keramat) oleh masyarakat setempat. Hal ini bertujuan agar makhluk halus yang tinggal di pohon tersebut tidak mengganggu ketenangan masyarakat setempat.
Salah satu pohon keramat di desa Manggungmangu, kec. Plantungan,
kab. Kendal
Di daerah lain juga mempunyai tujuan yang hampir sama yaitu untuk mengirim doa kepada leluhur atau saudara yang telah meninggal. Acara nyadran dilaksanakan di kuburan, dengan membawa nasi beserta lauknya, jajan pasar, dan beberapa buah-buahan, bahkan ada yang membawa tumpeng dan ingkung ayam. Sesampainya di kuburan mereka menggela doa bersama, dan setelah doa selesai mereka menyantap makanan itu bersama-sama.
0 komentar:
Posting Komentar