Bersih Desa atau masyarakat menyebutnya juga sebagai sedekah bumi (rasul) merupakan salah satu tradisi yang ada didaerah Klaten. Tradisi ini dilakukan dengan cara menaruh nasi di “encek” (terbuat dari daun pisang ditusuk bambu yang menyerupai anyaman). Kemudian selain nasi juga ada srundeng dan peyek. Wayangan, kenduri, hajatan, dan adu jago juga merupakan serangkaian acara dari tradisi ini. Kemudian diadakan slametan di rumah Bapak Kepala Desa untuk didoakan oleh Bapak Modin.
Rabu, 09 Februari 2011
Bersih Desa
Sedekah Bumi Kahyangan
Sedekah Bumi Kahyangan, kahyangan adalah tempat petilasan pertapaan Raja-raja tanah Jawa. Ditempat inilah Danang Suta Wijaya mendapatkan wahyu Raja, dan kemudian setelah menjadi raja bergelar Panembahan Senopati. Ditempat ini pulalah Danang Suta Wijaya mengadakan perjanjian dengan Kanjeng Ratu Kidul untuk bersama-sama membangun Pemerintahan di Jawa (Mataram).
Obyek wisata ini tepatnya terletak di desa Dlepih kecamatan Titromoyo, berjarak 50km arah tenggara dari kota Wonogiri. Sampai sekarang tempat ini dikeramatkan oleh Kasultanan Yogyakarta. Terbukti setiap 8 tahun (sewindu) sekali diadakan upacara Labuhan Ageng.
Begitu pula pada malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon setiap bulan Sura, pemerintah kabupaten Wonogiri mengadakan upacara Sedekah Bumi, dilanjutkan Pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk.
Upacara tersebut merupakan wujud terimakasih dan doa rakyat Wonogiri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberi keselamatan dan ketentraman. Di Kahyangan setiap bulan Sura, menampilakan atraksi Sedekah Bumi yang dipimpin langsung oleh Bupati Wonogiri.
Prosesi Sedekah Bumi dimulai pukul 00.00 diawali dari pintu gerbang terus menuju Selo Matangkep lalu ketempat persemedian Raden Suta Wijaya. Sepanjang jalan dari pintu gerbang sampai ketempat pasiraman Raden Suta Wijaya dipasang obor 1000 sehingga menambah sakralnya acara tersebut. Dalam event ini juga dipentaskan wayang kulit semalam suntuk.
Upacara Susuk Wangan
Upacara Susuk Wangan, upacara adat tradisional “Susuk Wangan” di desa Setren, kecamatan Slogohimo, kabupaten Wonogiri, dilakukan setiap tahun yaitu pada hari Sabtu Kliwon bulan Besar ( tahun Jawa ). Bila dicermati dan direfleksikan secara mendalam (‘tandhesing batin’ – Bahasa Jawa), kegiatan tersebut betul-betul merupakan integrasi acara kebangkitan budaya, sosial, ritual-spiritual, pembangunan semangat pemberdayaan kebersamaan kegotong-royongan masyarakat yang luar biasa. Cerita ini sudah sejak zaman nenk moyang, sebuah desa yang didekat gunung yaitu desa Setren, konon ada sebuah adat istiadat yang sangat langka berupa acara adt tradisional bernama “Susuk Wangan” (bahasa Jawa).
“Susuk Wangan” pada zaman dahulu kegiatannya dilakukan dengan cara beberapa orang membawa panggang ayam kampung dan tumpeng yang dibawa ke sumber air, serta disajikan dan mohon doa restu kepada Allah Yang Maha Kuasa. Hal itu dimaksudkan agar air yang digunakan warga masyarakat desa Setren menjadi sangat berarti dan bermanfaat serta berhikmag besar bagi segenap warga masyarakat semuanya. Oleh karena itu, warga masyarakat dam para pengunjung berdoa bersama didekat sumber air tersebut.
Demikianlah pelaksanaan acara adat “Susuk Wangan” di zaman dahulu, tidak hanya ditujukan kepada sumber air bersih (air minum), tetapi juga diarahkan pada sumber air yang bermanfaat untuk mengaliri sawah-sawah. Oleh karena itu, para pemilik sawah juga membawa panggang ayam kampung dan tumpeng ke sumber air tersebut diatas.
Acara tersebut juga dimeriahkan dengan kegiatan festival gledekan, yang merupakan alat transportasi masyarakat untuk membawa sayuran dan hasil hutan lainnya.
Kirab Pusaka dan Jamasan Pusaka
Kirab Pusaka dan Jamasan Pusaka, pusaka-pusaka Keraton Mangkunegaran dan pusaka milik masyarakat Wonogiri dikirabkan dari Pendopo Rumah Dinas Bupati Wonogiri menuju obyek wisata Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur untuk selanjutnya dilakukan Jamasan Pusaka. Maksud dikirabkannya pusaka-pusaka tersebut adalah untuk mengenalkan kepada masyarakat akan warisan leluhur yang perlu dilestarikan. Acara ditutup dengan pameran koleksi pusaka-pusaka kuno (ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu) yang dimilki oleh masyarakat keraton, para pejabat dan masyarakat umum, dengan harapan agar generasi muda bisa mengenal lebih dekat tentang pusaka sehingga dapat menghargai peninggalan para leluhur. Event pameran ini telah mendapatkan penghargaan dari MURI ( Musium Rekor Indonesia ) sebagai pameran pusaka keris terbanyak di Indonesia.
Sabtu, 05 Februari 2011
Jamuran, permainan ini dilakukan oleh sekelompok orang minimal 4 orang. Pemainnya berdiri melingkar dan bergandengan tangan.
Bekelan, permainan ini bisa dimainkan oleh dua orang, yang satu sebagai lawan mainnya. Permainan ini dilakukan secara bergantian. Apabila satu pemain kalah, pemain yang satu yang memainkan begitu seterusnya. Alatnya berupa bola bekel dan empat buah batu kerikil. Cara bermainnya, bola bekel dilempar ke atas dengan pelan. Kemudian mengambil batu yang berada di bawah. Lalu kembali menangkap bola yang melambung tadi, sebelum bola jatuh ke tanah. Pertama, ambil batunya satu persatu, lalu dua per dua, lalu 3, lalu 4, begitu seterusnya.
Dakon, permainan ini tidak hanya sering dilakukan oleh masyarakat. Namun permainan ini juga dilakukan oleh puteri raja dalam keraton Dalam keraton biasanya menggunakan kecik (biji sawo). Selain biji sawo juga bisa menggunakan kerikil. Setiap lingkaran diberi kerikil 5 buah. Kecuali lingkaran yang berada disamping. Lingkaran itu dibiarkan kosong karena untuk menempatkan hasilnya. Permainan ini dimainkan oleh dua orang secara bergantian.
Bedelikan, permainan ini biasanya dilakukan oleh 5-7 orang atau lebih. Biasanya dilakukan pada siang hari atau juga sore hari. Pemain yang jaga biasanya pemain yang kalah pinsut. Pemain yang jaga menutup matanya lalu menghitung dari 1 sampai 10. pemain yang lain bersembunyi ditempat yang kira-kira dianggapnya aman dan tidak diketahui oleh yang jaga. Pemain yang bisa ditemukan oleh pemain yang jaga berkumpul lalu pinsut dan yang kalah pinsut menjadi yang jaga. Di daerah Boyolali permainan ini sering disebut ambbellan atau delikan.
Sudamanda (engklek), di daerah Boyolali permainan ini sering disebut Brok. Permainan ini biasanya dilakukan oleh 3-5 orang. Permainan ini menggunakan gancu (pecahan genting). Permainan ini dimainkan sesuai dengan bidangnya. Pemain melempar gancu kedalam kotakan bidang. Lalu pemain berjalan menggunakan satu kaki atau engklek. Pemain deprok apabila berada di tempat yang dianjurkan untuk deprok. Pemain kembali engklek kemudian mengambil gancu. Ulangi permainan tersebut sampai akhir. Setelah gancu berhasil menempati semua kotakan, lalu pemain berjalan dengan mata tertutup untuk mencari gancunya sendiri. Apabila pada saat berjalan pemain menginjak garis, berarti permainan diulangi lagi setelah temannya bermain. Setelah gancunya berhasil didapatkan, pemain membelakangi bidang kemudian melempar gancu tersebut ke bidang. Setelah dapat, maka pemain mendapatkan tempat untuk deprok dan tempat itu tidak bisa dijamah oleh pemain lainnya.
Apolo, di daerah Boyolali permainan ini sering disebut Boinan. Permainan ini biasanya dilakukan oleh 3-5 orang atau lebih. Permainan ini menggunakan pecahan genting yang ditumpuk-tumpuk. Kemudian para pemain melemparnya dengan menggunakan bola kasti. Pemain dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok yang menang dan kelompok yang jaga. Apabila salah satu pemain dari kelompok yang menang berhasil merobohkan tumpukan genteng pemain yang menang berlari, lalu pemain yang kalah berusaha melempar bola tersebut ke pemain yang menang sambil menata tumpukan genteng. Apabila genteng berhasil ditumpuk, maka kelompok pemain yang menang menjadi kalah.
Bentik, permainan ini biasanya dilakukan oleh 5 orang atau lebih. Para pemain dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok jaga dan kelompok main. Permainan ini menggunakan bambu/bilah. Yang satu panjang dan yang satu pendek. Memainkanya, bambu yang pendek ditempatkan ditanah yang sudah dilubangi dengan arah melintang menyerupai jembatan. Lalu bambu yang panjang dimasukan dalam lubang dan mengangkat bamboo yang kecil sehingga melambung. Pemain yang jaga menangkap bambu tersebut. Apabila tertangkap mendapatkan poin. Lalu bambu yang panjang ditaruh diatas tanah yang berlubang tadi. Apabila berhasil mengenai bambu yang panjang maka pemain yang main menjadi kalah dan bergantian menjadi jaga.
Cublak-cublak suweng, permainan ini dimainkan oleh beberapa orang. Ada satu yang tengkurap. Sedangkan yang lain meletakan tangannya diatas punggung orang yang tengkurap tadi. Sambil menyanyikan lagu cublak-cublak suweng ada seorang anak yang membawa kerikil kemudian diletakkan secara berurutan sampai lagu selesai. Setelah selesai kerikil itu ada digenggaman salah seorang anak dan yang tengkurap menjawab siapa yang membawa kerikil itu. Bila benar, si pembawa kerikil akan jaga. Jika salah, dia tetap jaga.
Pak tepong, permainan ini dimainkan oleh beberapa orang. Sebelumnya dibuat garis sebagai batas pelempar dan beberapa meter didepannya dibuat lingkaran. Setiap pemain melemparkan gacuknya ke dalam lingkaran. Bagi yang gacuknya diluar lingkaran dan paling jauh, dia harus jaga. Si penjaga menata gacuk. Ke atas kemudian ia harus menutup matanya. Saat dia menutup mata, teman-temannya bersembunyi. Dia harus mencari kawannya. Bila dia melihat temannya, dia harus memegang kacuk dan berkata pak tepong. Namun kawannya juga bisa menendang gacuk-gacuk itu. Saat itulah kawan-kawan lain bisa bersembunyi lagi sementara penjaga menata kembali gacuk-gacuk itu. Yang digunakan sebagai gacuk biasanya adalah serpihan genting dan kaca.
Betengan, permainan ini dimainkan oleh beberapa orang. Cara bermainnya yaitu ada dua buah pohon yang letaknya berseberangan. Tiap pohon dihuni oleh beberapa orang. Caranya yaitu perkelompok berusaha untuk memegang kelompok lawan. Namun dalam usahanya it dihalang-halangi oleh pemilik pohon. Bila lawan ada yang dipegang pemilik maka lawan itu menjadi milik pemilik. Dan jika bisa memegang pohon lawan maka ia menjadi pemenang. Benda yang dibutuhkan yaitu dua buah pohon.
Bat engklek, dimainkan lebih dari satu orang. Ada dua macam batengklek yaitu batengklek biasa dan montor mabur. Bathengklek biasa berbentuk segiempat yang dibagi-bagi sedangkan montor mabur berbentuk pesawat terbang. Cara bermainnya sama, gacuk dilempar sesuai urutan kemudian pemilik engklek pada kotak-kotak yang ditentukan. Jika semuanya sudah selesai, pemilik akan mendapatkan sawah jika lemparan gacuk masuk pada kotak-kotak tadi. Alat : gacuk (serpihan genting, kaca, uang).
Mbar Suru, mbar suru adalah permainan rakyat yang ada di daerah eks karisidenan Surakarta khususnya di daerah Boyolali. Permainannya adalah dengan biji Flamboyan atau Asam, disebar di lantai, tidak boleh melewati garis ubin, kemudian diserok dengan kertas atau plastik yg dijepitkan di antara jemari. Ketika menyerok 2 biji yg berdempetan, tidak boleh menyentuh biji yg tidak diserok. Jika menyentuh, artinya harus berganti pemain. Permainan ini diawali dengan masing-masing pemain menyertakan 'modal' biji, misalnya 5 atau 10 dan pada akhir permainan, dihitung siapa yg lebih untung.
Ancak-ancak Alis, jenis permainan tradisional anak-anak yang ada di daerah sekitar eks karesidenan Surakarta ini, dalam proses permainannya menggunakan istilah-istilah yang berhubungan dengan pertanian. Ketentuan jumlah pemain dalam permainan ini tidak ada, semakin banyak anak-anak yang terlibat dalam permainan ini akan semakin meriah. Tempat permainannya biasanya dipilih yang luas dan rata. Cara bermainnya yaitu pertama-tama semua pemain bersepakat untuk memilih dua orang yang diantara mereka cenderung memiliki kekuatan, ketinggian, dan besar badan yang sama untuk menjadi petani. Kemudian petani ini segera menyingkir dari kelompok permainan untuk berunding mengenai nama-nama yang diambil dari istilah pertanian, misalnya A memilih nama jagung dan B memilih nama kacang. Kemudian kedua petani berdiri berhadapan dengan kedua tangan diangkat keatas dan mereka saling menepuk tangan sambil menyanyikan lagu ancak-ancak alis. Masing-masing lagu ini di daerah Jawa ada perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lainnya.
Selasa, 01 Februari 2011
Hermeneutika Gadamer
Hans George Gadamer menolak konsep hermeneutika sebagai metode. Meskipun hermenutika menurut dia adalah pemahaman, namun ia tidak menyatakan bahwa pemahaman itu bersifat metodis. Menurutnya, filsafat harus menuntut sains dan metodenya supaya mengenali dirinya sendiri terutama dalam konteks eksistansi (existenz) manusia dan penalarannya (Gadamer, 1985: 179). Filsafat juga seharusnya tidak usah mengikuti metode yang ketat jika ingin berhubungan dengan existenz.
Tidak ada lagi jalan metodis bagi kebenaran eksistensial selain metode yang dianjurkan bagi kegemaran mencipta, kreativitas, genius, dan pembaharuan. Yang ingin dikatakan Gadamer adalah bahwa logika sendiri sudah tidak berdaya dan tidak mampu menjadi sarana untuk mencapai kebenaran filosofis. Bahkan di dalam sains, cara berfikir yang lama disarankan dihentikan apabila gagasan-gagasan baru sudah ditemukan.
Menurut Gadamer, pemahaman selalu dapat diterapkan pada keadaan kita saat ini, meskipun pemahaman itu berhubungan dengan peristiwa sejarah, dialektik, dan bahasa. Pemahaman tidak pernah bersifat objektif dan ilmiah, karena pemahaman bukanlah mengetahui secara statis dan di luar kerangka waktu, tetapi selalu dalam keadaan tertentu, pada satu tempat khusus dalam kerangka ruang dan waktu. Semua pengalaman yang hidup itu menyejarah, bahasa dan pemahaman juga menyejarah.
Pemahaman pada dasarnya berkaitan dengan hubungan antarmakna dalam sebuah teks, serta pemahaman tentang realitas yang kita perbincangkan. Inilah yang dimaksud dengan dinamika perpaduan berbagai macam faktor dalam sebuah bahasa. Empat faktor yang terdapat di dalam interpretasi adalah sebagai berikut :
1. Bildung
Bildung adalah konsep-konsep yang meliputi seni, sejarah weltanschauung (pandangan dunia), pengalaman, ketajaman pikiran, dunia eksternal, kebatinan, ekspresi atau ungkapan, style atau gaya dan simbol, yang kesemuanya itu kita mengerti saat ini sebagai istilah-istilah dalam sejarah. Kata bildung sendiri mempunyai arti yang lebih luas dari pada sekedar kultur atau kebudayaan, bahkan mempunyai arti dalam konotasi yang lebih tinggi. Seperti alam, bildung tidak mempunyai tujuan akhir selain dirinya sendiri, sejauh kata bildungziel, mempunyai tujuan untuk meluaskan pengertian kata bildung tersebut. Bildung adalah sebuah gagasan historis asli dan pengadaannya penting untuk pemahaman dan interpretasi ilmu-ilmu kemanusiaan, selama seni dan sejarah masuk dalam bildung (kebudayaan), orang akan melihat dengan mudah hubungan antara bildung dan hermeneutik. Tanpa bildung orang tidak akan dapat memahami ilmu-ilmu tentang hidup atau ilmu-ilmu kemanusiaan.
2. Sensus Communis
Gadamer menggunakan ungkapan ini bukan sebagai pendapat umum atau pendapat kebanyakan orang pada umumnya. Menurut pengertiannya yang mendasar, istilah tersebut adalah pandangan yang mendasari komunitas dan karenanya sangat penting untuk hidup. Hidup di dalam suatu komunitas atau kelompok masyarakat memperkembangkan suatu pandangan tentang kebaikan yang benar dan umum. Sejarawan memerlukan sensus komunis semacam ini dengan maksud untuk memahami arus yang mendasari pola sikap manusia. Sejarah pada dasarnya tidak berbicara tentang seorang manusia yang terpencil, tetapi berbicara tentang kelompok manusia atau komunitas. Demikian juga dengan kesusastraan. Sebuah karya sastra, yang temanya bersifat universal atau yang menggambarkan keadaan manusia, layak untuk dihargai. Gadamer sepakat dengan Shaftesbury bahwa sensus komunis adalah pandangan tentang kebaikan umum, cinta komunitas, masyarakat, atau kemanusiaan. Sensus communis adalah kebijaksanaan dalam pergaulan sosial. Melalui sensus communis orang memperkembangkan pandangan tentang kebaikan umum atau cinta kemanusiaan.
3. Pertimbangan
Konsep pertimbangan mirip dengan sensus communis dan selera. Pertimbangan sifatnya adalah universal, namun bukan berarti berlaku umum. Seperti halnya sensus communis yang dianggap sebagai harta universal, kemanusiaan namun juga tidak juga digunakan secara umum. Pertimbangan juga bersifat universal, tetapi hanya sedikit orang saja yang kiranya memilliki hal itu serta mempergunakannya sebagaimana mestinya. Pertimbangan dan sensus communis keduanya merupakan interpretasi ilmu-ilmu tentang hidup. Melalui pertimbangan orang dapat memilah-milah macam-macam peristiwa.
4. Taste atau Selera
Penyelidikan tentang selera menurut pandangan Gadamer dalam hal ini tidak bersangkut-paut dengan kecenderungan pribadi, atau bahkan dengan kesukaan pribadi. Sebaliknya, pandangan Gadamer justru mengatasi kesukaan pribadi. Menurut gadamer orang tentu saja dapat menyukai apa yang orang lain tidak suka. Oleh karena itu tentang selera tidak perlu diperdebatkan, sebab tidak ada criteria untuk menentukan selera.
Menurut Gadamer selera sama dengan rasa, yaitu dalam pengoperasiannyatidak memakai pengetahuan akali. Jika selera menunjukkan reaksi negatif atas sesuatu, kita tidak tahu sebabnya. Tetapi selera tahu pasti tentang hal itu. Semakin selera dinyatakan pasti, maka akan semakin dirasakan hambar. Berdasarkan fakta, selera bertentangan dengan hal yang tidak menimbulkan selera.
Gadamer mempertentangkan antara selera yang baik dengan yang tidak menimbulkan selera. Gadamer menyatakan bahwa fenomena selera adalah kemampuan intelektual untuk membuat diferensiasi atau pembedaan, tetapi kemampuan ini tidak dapat didemonstrasikan. Selera tidak terbatas pada apa yang indah secara alami dan di dalam seni, tetapi sebaliknya justru meliputi seluruh moralitas dan perilaku atau tabiat.
Konsep pertimbangan seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki hubungan yang erat dengan selera atau taste, selain itu keputusan moral juga menuntut selera. Kita tidak pernah memiliki selera yang berlaku umum. Kita hanya memiliki pertimbangan atas kasus khusus individual. Jadi, pertimbangan selalu mempunyai titik awal berlakunya. Kiranya sulit bagi kita untuk memisahkan antara selera dan pertimbangan.
Aliran-aliran dalam Hermeneutik
Aliran-aliran dalam Hermeneutik
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa hermeneutik adalah metode yang dianggap paling tua, namun metode hermeneutik baru mengalami perkembangan pada abad 19 melalui gagasan Schleiermacher, Dilthey, Gadamer, Habermas, Ricoeur, dan Derrida.
1. F.D.E Schleiermacher
Menurut Schleiermacher ada dua tugas hermenutik pada hakikatnya identik satu sama lain, yaitu interpretasi gramatikal dan interpretasi psikologis. Bahasa gramatikal merupakan syarat berpikir setiap orang, sedangkan aspek psikologis interpretasi memungkinkan seseorang menangkap “setitik cahaya” penulis. Penelitian Schleiermacher sebelumnya telah didahului oleh F.Ast dan F.Wolf.
2. Wilhelm Dilthey
Dalam penelitian hermeneutic Dilthey ini, dia hanya berhasil dalam memberi tekanan pada historisitas, tidak hanya pada manusia saja tetapi juga pada bahasa dan makna. Hermeneutiknya meliputi baik objek maupun subjek sejarah, peristiwa dan sejarawannya, interpreter dan apa yang diinterpretasikannya.
3. H.G Gadamer
Gadamer secara mendasar menegaskan bahwa persoalan hermeneutik bukanlah persoalan tentang metode dan tidak mengajarkan tentang metode yang digunakan dalam Geisteswissenschaften. Hermeneutik lebih merupakan usaha memahami dan menginterpretasi sebuah teks. Pemahaman pada dasarnya berkaitan dengan hubungan antara makna dalam sebuah teks, serta pemahaman tentang kenyataan yang kita perbincangkan. Pemikiran hermeneutika menurut Gadamer disamakan dengan konsep pengalaman. Pengalaman yang dimaksu adalah pengalaman seni. Penelitian Hermeneutika Gadamer ini melahirkan empat konsep pemikiran yaitu bildung, sensus communis, pertimbangan, serta taste dan selera.
4. Jurgen Habermas
Memahami dalam uraian Habermas pada dasarnya membutuhkan dialog, sebab proses memahami adalah proses kerja sama di mana pesertanya saling menghubungkan diri satu sama lain secara serentak di dunia kehidupan. Habermas dalam menghubungkan antara bahasa, pengalaman dan tindakan melalui empat jenis tindakan, yaitu : tindakan teleologis, tindakan normative, tindakan dramaturgic, dan tindakan komunikatif.
5. Jacques Derrida
Hermeneutik aliran Derrida ini dipengaruhi oleh dua aliran kefilsafatan yaitu aliran Fenomenologi dan aliran Strukturalis